Minggu lalu di sosial media ada satu berita yang
membuatku menarik nafas panjang, berita tentang siswi SMP yang bunuh diri
karena UAN. Berita itu menjadikanku teringat ketika saya dulu sedang menghadapi
UAN SMP. Saya teringat sekali bagaimana rasanya, berangkat pagi dengan penuh
semangat dan semangat itu seketika runtuh kala melihat teman – teman sedang
membaca buku Bahasa Indonesia. Kenapa? Karena saya pikir hari itu yaitu hari
pertama Ujian Akhir Nasional adalah Mata Pelajaran Matematika dan PPKN.
“Bagaimana kalo aku tidak lulus?
Apalagi aku duduk di bangku paling depan, apakah ini mimpi? Tuhan..putarlah
waktu kembali 1 hari saja” gumanku.
Saya berusaha berfikir, mencari ide bagaimana dan
apa yang harus saya lakukan. Sempat tercetus ide, saya pura – pura sakit biar
bisa ikut ujian susulan saja. Tapi aku tak seberani itu, kala itu aku masih
menjunjung tinggi kejujuran. Dan bel pun berbunyi.
Masuk kelas, soal dibagikan dan mulai dikerjakan.
Saya masih tidak percaya saya salah jadwal, ini kesalahan yang sangat amat fatal.
Saya tidak hanya berfikir bagaimana menjawab soal ujian, tetapi bagaimana nanti
ketika dirumah menjawab dan menjelaskan akan pertanyaan dari kedua orangtuaku, “kenapa
bisa salah jadwal?”. Ujian hari itu pun selesai, Ujian Bahasa Indonesia dan
bahasa inggris, Hari yang panjang.
Sampailah dirumah, membuka pintu, aku langsung
tiduran di ruang tengah/keluarga, tanpa mengganti seragam sampai Ibuku pulang
kerumah.
“kenapa nak” tanya ibuku.
“aku salah jadwal” jawabku
“salah jadwal gimana maksudnya” tanya ibuku lagi.
“Hari
pertama aku kira Ujian Matematika dan PPKn, ternyata Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris” Jawabku.
Ibuku yang memang bertipe kagetan dan panikan itu
langsung duduk dengan wajah yang penuh kepanikan, dan hal itu membuatku lebih
panik.
“Bagaimana kalau tidak lulus?”
aku kembali berguman.
Aku masih diruang tengah/keluarga, masih tiduran,
dan masih belum ganti seragam, menunggu bapakku pulang.
“Kenapa nak” tanya
Bapakku
“Aku salah jadwal”
jawabku
“salah jadwal gimana maksudnya” tanya bapakku
lagi.
“Hari
pertama di kira Ujian Matematika dan PPKn, ternyata Bahasa Indonesia dan Bahasa
Inggris” Ibuku menimpali.
Bapakku duduk, memandangiku dan diam
sejenak, mungkin bapakku sedang berfikir.
“Bagaimana kalo aku tidak lulus
pak?” tanyaku.
Bapakku tetap diam, mungkin beliau
kecewa padaku, pikirku.
“Bagaimana kalo aku tidak lulus pak?”
tanyaku lagi.
“Tidak masalah kalaupun kamu tidak lulus,
kan masih ada Ujian Perbaikan” Bapakku menjawab dengan tersenyum.
“Bagaimana
kalo aku tidak lulus dalam Ujian Perbaikan pak?” tanyaku lagi.
“Kamu Pasti Lulus, Kamu adalah salah satu
yang terpintar di SMPmu kan, Kamu Pasti Lulus” Bapakku menjawab dengan senyum
yang mengembang.
“Kalo aku
mengikuti Ujian Perbaikan, berarti aku tidak bisa masuk ke SMA Negeri donk pak?”
tanyaku lagi.
“Tidak masalah, SMA swasta kan juga nggk kalah bagus dengan SMA Negeri”
jawab bapakku.
(Waktu itu ada yang namanya Ujian Perbaikan,
yaitu Ujian untuk murit – murit yang tidak lulus, akan tetapi yang mengikuti
Ujian Perbaikan tidak akan bisa mendaftar ke SMA Negeri karena Penutupan
Pendaftaran SMA Negeri lebih dulu dari pengumuman kelulusan Ujian Perbaikan)
Tersenyum, tertawa dan memotivasi, itu yang aku
ingat waktu itu. Aku pun bangit dari tidur – tiduranku di ruang tengah, ganti
pakaian, makan dan belajar untuk menghadapi Ujian Hari Kedua, Ujian Matematika
dan PPKn.
Alhamdulillah Saya Lulus dan diterima di salah
satu SMA Negeri terbaik di Kota Kudus.
Itu baru namanya orang tua bijaksana. Jempol!
BalasHapus